Sabtu, 04 Oktober 2008

Depresi dan Stroke pada "MANULA"


ADAKAH kaitan antara depresi dan stroke yang biasa dialami oleh manula? Hasil penelitian baru yang dilakukan periset Sahlgrenska University Hospital/Molndal di Swedia menyatakan ada hubungan antarkeduanya.
Menurut hasil penelitian ini depresi dapat meningkatkan risiko serangan stroke pada manula. Dalam satu dekade terakhir banyak laporan yang menunjukkan adanya kontribusi depresi terhadap peningkatan risiko stroke. Demikian dikatakan Dr Ingmar Skoog dan koleganya yang melakukan studi ini. Sebanyak 401 manula usia 85 tahun yang bukan merupakan penderita stroke dilibatkan dalam penelitian ini. Mereka tergabung dalam Longitudinal Gerontological and Geriatric Population Studies di Goteborg.

Pada awal studi sebanyak 72 orang diketahui menderita demensia sedangkan yang 329 tidak menderita demensia. Peneliti lalu memantau perkembangan mereka selama tiga tahun. Pada awal studi, prevalensi depresi pada mereka yang tidak menderita stroke hanya 18 persen. Namun setelah tiga tahun diketahui mereka yang mengalami depresi memiliki risiko terserang stroke tiga kali lipat lebih tinggi dibanding pada masa awal studi.

Peneliti juga menemukan ada kaitan antara tekanan darah dan serangan stroke pertama. dalam hal ini risiko stroke meningkat jika tekanan darah naik. Hasil penelitian juga menunjukkan depresi dapat meningkatkan risiko stroke pada mereka baik yang menderita demensia maupun yang tidak. Analisis lanjutan terhadap 10 gejala depresi menyatakan perasaan tertekan adalah satu-satunya penanda akan munculnya stroke pertama.

“Temuan ini mempunyai cukup implikasi bagi dunia kesehatan mengingat banyaknya manula yang mengalami depresi dan stroke,” simpul tim Skoog.“Karena itu seseorang yang mengalami depresi harus segera didiagnosis untuk diobati agar risiko terjadinya stroke dapat dikurangi.”
(14 Agustus 2008 - INFO MEDIKA)

Selanjutnya..

Operasi Lutut dan Obesitas

SETIDAKNYA 55.000 operasi penggantian sendi lutut dilakukan di Inggris setiap tahunnya guna mengatasi penyakit radang sendi lutut.
Namun, tak banyak dokter yang mau melakukan operasi jenis ini pada mereka yang kelebihan berat badan. Faktor risiko yang tinggi dijadikan alasan mengingat obesitas itu sendirilah yang banyak menyebabkan sakit radang sendi lutut.

Namun, alasan tersebut dimentahkan oleh peneliti dari Universitas Southampton. Dari studi yang dilakukan diketahui bahwa tidak ada pengaruh obesitas terhadap tingkat keberhasilan operasi radang sendi. Baik mereka yang kelebihan berat badan maupun yang memiliki berat badan ideal sama-sama bisa mendapatkan hasil yang maksimal dari operasi ini.

Dalam studi ini Dr Cyrus Cooper dan rekan-rekannya mengamati perkembangan 325 pasien yang melakukan operasi radang sendi hingga enam bulan setelah operasi. Perkembangan mereka lalu dibandingkan dengan 363 pasien yang melakukan cek kesehatan namun tidak melakukan operasi.

Pada awal studi, fungsi fisik mereka yang melakukan operasi lebih buruk dari mereka yang sekadar melakukan kontrol. Namun, di akhir studi hasilnya menjadi terbalik. Mereka yang telah melakukan operasi mempunyai fungsi fisik yang lebih baik, sedangkan mereka yang menjalani kontrol fungsi fisiknya memburuk.

Ketika peneliti memfokuskan kajian pada partisipan yang kelebihan berat badan, peneliti mendapati mereka yang menjalani operasi mengalami peningkatan fungsi fisik yang signifikan. ”Jadi tidak ada alasan untuk menolak melakukan operasi pergantian sendi lulut pada mereka yang obesitas,” simpul peneliti.
(21 Agustus 2008 - INFO MEDIKA)

Selanjutnya..